Jumat, 11 Desember 2009
Motivasi diri(II)
Memadukan Tiga Kecerdasan

Saat ada pertanyaan, apa yang diinginkan dalam kehidupan? Seseorang dengan pasti akan menjawab kebahagiaan. Tidak mungkin seseorang akan menjawab penderitaan, kesengsaraan, atau kesedihan. Kecuali orang yang kurang sehat akal pikirannya.Seorang pelajar atau mahasiswa akan berkata, saya berusaha dan bersusah payah belajar saat ini guna menggapai cita-cita yaitu kebahagiaan kelak di masa yang akan datang. Begitu juga seorang pengusaha akan mengatakan, saya berusaha guna mencapai kebahagiaan. Begitu seterusnya seorang menteri atau bahkan presiden, bisa dipastikan bahwa apa yang sedang diusahakan guna mencapai sebuah kebahagiaan.

Lantas apa itu kebahagiaan? Apakah diantara kriteria kebahagiaan harus ada kekayaan dan kekuasaan? Atau juga harus ada kecerdasan?, Jika memang harus ada kekayaan, mengapa banyak kita melihat orang yang hidup sedang dan sederhana tetapi merasa bahagia dan nyaman. Sebaliknya banyak orang kaya yang tidak pernah tenang dan selalu bingung dengan kehidupan. Begitu juga jika hanya terpaku pada kekuasaan dan otoritas, mengapa banyak orang tidak kian menemukan kebahagiaan walau sudah mendapatkan posisi jabatan hebat dan tinggi. Atau juga orang yang super pintar dan genius, mengapa masih terkadang bingung dengan kehidupan?. Sepintas kita berfikir bahwa memang ada yang harus dipahami dengan benar tentang hakikat kebahagiaan dan hidup. Ada yang harus berjalan selaras sehingga ada keseimbangan.

Mari kita mencoba memahami kembali kecerdasan yang ada dalam diri kita. Sehingga kita bisa menemukan solusi keseimbangan hidup yang kian redup dan susah untuk dideteksi manusia-manusia modern saat ini yang berujung pada keputusasaan.


Kecerdasan Intelektual
Setiap kita pasti bercita-cita menjadi individu yang pintar dan cerdas secara intelektual. Kita ingin mengetahui segala hal dengan baik dan utuh. Karena memang salah satu kunci sukses bahagia dalam hidup adalah ilmu. Dengan ilmu hidup akan terarah dan berarti.

Tuhan menganugerahkan manusia akal sebagai alat untuk berfikir. Menentukan baik dan buruk sesuatu dalam hidup. karunia akal ini jika kita sia-siakan akan stagnant dan menjurus kepada tidak mengeksploitasi kemampuan yang ada alias tidak mensyukuri pemberian tuhan. Maka sudah seharusnya kita memberikan otak makan. Jika tubuh perlu makanan begitu juga otak ia butuh makanan yaitu ilmu pengetahuan. Jika kita tidak memberikan otak makanan, maka ia akan kelaparan. Dan akan terjadi ketidak stabilitasan dalam hidup.

Apa yang terbayang di benak anda jika menjadi individu yang bodoh? Yang paling jelas mencolok dibenak adalah anda akan mudah dibohongi, akan mudah ditipu, susah mencari peluang kerja, susah berfikir maju, akan terbelakang dan hal-hal negatif lainnya. Pastinya tak seorangpun menginginkan hal ini terjadi pada dirinya.

Berarti kecerdasan intelektual merupakan salah satu kunci sukses dalam hidup guna meraih kebahagiaan. Pertanyaan adalah, apakah cukup hanya dengan kecerdasan intelektual?, sedangkan dalam banyak kasus kita saksikan, orang pinter yang stress, orang cerdas yang tidak berakhlaq, orang pinter yang tidak benar. Berarti hanya dengan cerdas intelektual saja belum cukup. Masih ada kecerdasan lain yang harus dipenuhi. Apa itu?



Kecerdasan Spritual
Ditengah tekanan hidup yang serba modern dan persaingan hidup sangat ketat. Manusia akan mudah stress dan bingung. Terlebih mereka yang sangat memuja materi. Kejenuhan hidup ini sering berujung pada stress dan hilang orientasi hidup. Inilah yang biasa disebut dengan krisis spiritual. Disaat tidak kian menemukan solusi maka ia akan mengambil jalan pintas dengan mencari penenang dengan mengkonsumsi minuman keras, obat terlarang, atau bahkan berusaha bunuh diri.

krisis spritual ini adalah penyakit umum. artinya tidak hanya menimpa orang-orang miskin atau juga orang-orang kaya saja. Tetapi semua orang berpotensi berada dalam kondisi ini disaat seseorang itu hilang kendali dengan sang pencipta. Saat hatinya hanya dipenuhi materi duniawi dan lupa akan sang pencipta. Hati akan gelisah penuh kecemasan dan kebingungan. Jadi tidak heran jika ada orang kaya dan orang pintar mati bunuh diri.

Sebuah situasi yang sangat memilukan. Dalam satu bulan terakhir ini antara November hingga Desember 2009 tercatat beberapa kali praktik bunuh diri di Negara kita tercinta Indonesia. Ada praktik bunuh diri dengan cara melompat dari Mall pusat pembelanjaan. Dengan berpura-pura menjadi pembeli kemudian melompat dari lantai yang tinggi. Ironisnya ini terjadi berulang-ulang hingga tiga kali berturut-turut dalam tenggang waktu yang sangat singkat. Ada juga yang dengan cara meneguk racun. Ada juga yang berbentuk usaha praktik pembunuhan anak kandung dengan cara membentangakan di rel kereta api.

Jika beberapa saat lalu dunia dihebohkan dengan virus mematikan flu babi dan flu burung. Saat ini di Indonesia dihebohkan dengan virus penyakit jiwa. Sebenarnya ini juga terjadi di banyak Negara bukan hanya di Indonesia. Sebuah penyakit kepiluan hidup tanpa kian menemukan solusi. Bingung dengan kehidupan bahkan hilang orientasi hidup. Hanya sibuk dengan materi duniawi. Tidak ada pelampiasan hati. Biasanya pelampiasan dari penyakit jiwa ini adalah minum-minuman keras, obat-obat terlarang dan bahkan sampai pada usaha bunuh diri.

Apa obat krisis spritual ini? Tidak ada pilihan lain kecuali mendekat diri kepada sang pencipta. Memberikan hati porsi makanan yang cukup. Hati yang menjadi nakhoda jiwa harus mendapat sentuhan ilahi setiap saat. Manusia manapun sangat membutuhkan hal ini tanpa terkecuali. Jika tidak, ia akan hidup terlunta-lunta dalam kepengapan jiwa yang tak berujung. Dalam islam konsep ini telah diajarkan dalam sebuah ayat al-quran yang artinya” dengan mengingat Allah memberikan ketenangan hati “.

Disaat seorang manusia telah mengingat tuhannya dia akan sadar bahwa eksistensinya di dunia ini guna menghambakan diri kepada sang pencipta. Tidak ada yang tinggi didunia ini, tidak ada yang berkuasa di dunia ini selain sang pencipta. Di mata sang pencipta, apapun jenis kulit, ras, keturunan, derajat kemanusiaan, semua dipandang sama. Kecuali yang membedakan hanya ketaatan. Sehingga tidak ada lagi putus asa, tidak ada lagi keraguan dan kebingungan hidup.

Kecerdasan Emosional
Manusia sebagai zoon politision tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Siapapun yang namanya manusia pasti membutuhkan orang lain. Sehebat apapun orang itu. Katakan saja seorang kaya raya dan pintar. Dia tidak bisa mengatakan saya tidak butuh orang lain. Bagaimana dia membangun istana rumah yang megah tanpa bantuan orang lain?, apa dia bisa makan tanpa bantuan petani?, Atau juga mungkin dia kaya raya karena hasil kerja sama antar sesama. Ini masih dalam lingkup sederhana. Belum lagi pada skala lebih besar. Jadi setiap individu pasti membutuhan orang lain.

Berinteraksi dengan sesama dibutuhkan tata cara yang benar dan baik. Sehingga bisa saling menghargai dan menghormat. Tidak saling mengganggu atau menyakiti. Kemampuan manusia dalam berinteraksi dan bergaul antar sesama dengan baik dan memiliki kepekaan sosial inilah yang dimaksud dengan kecerdasan emosional. Orang yang cerdas secara emosional adalah orang yang pandai menghormati orang lain dan memiliki kepekaan social yang tinggi terhadap sesama.

Jika ketiga kecerdasan ini digabung menjadi satu, maka akan menghasilkan sebuah rumus kehidupan yang mampu menghantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan kehidupan kelak. Cerdas dan pintar secara intelektual, memiliki kedekatan dan keterpautan hati dengan sang pencipta, membangun relasi yang baik dan benar dengan sesama. Baik itu dengan sesama manusia dan makhluq hidup ciptaan Allah yang lainnya.

Kecerdasan intelektual + kecerdasan spiritual + kecerdasan emosional = keseimbangan hidup yang menghantarkan pada kebahagiaan.





Hidayatullah Ahmad Jazri
Musallas H10, Nasr City, Kairo Egypt.
11 desember 2009
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 04.28  
DAKWAH ALA SANTRI

Previous Post
Archives
SHOUT BOX