Ada lagi yang menjerit, ada lagi yang terkapar, episode tawa sumringah menjelma menjadi lautan air mata. Torehan tinta sejarah masa silam menyisakan debu. Terkubur dalam ruang pengap sepi tanpa naungan cahaya gemerlap. Tragedi anak manusia, cerita panjang hidup yang memiliki hujung.
Berencana bukan berarti akan. Mampu tidak menjamin bisa. kehendakNya tak bisa dilawan. Patut manut tanpa usaha tidak juga benar. Lakukan saja semampunya. Biar Ia berjalan bersama kehendakNya.
Secercah asa hidup, sirna dalam balutan kain kafan. Tak ada yang bisa mengira, tak ada yang bisa menebak. Ia datang menjemput dengan tiba-tiba. Tanpa pamit ia menyelinap ke awang-awang membawa jiwa-jiwa suci.
Semua yang berawal dari ketiadaan akan berakhir. Semua yang makhluq akan kembali kepada satu muara. Yang kekal abadi hanyalah Dia. Yang telah ada sebelum kata ada itu ada. Dan akan tetap ada walau kata ada itu telah tiada. Lalu apa yang dibanggakan dari hanya sekedar tulang berbalut daging?, harta melimpah hanya sekedar titipan yang akan dimintai pertanggung jawaban. Hidung mancung paras indah, putih berseri tidak akan pernah bisa menyelamatkan dari hisabNya. Kecuali iman hati dan perilaku.
Manusia dan semua yang ada ibarat antrian panjang yang tidak memandang senioritas. Bisa saja kau yang terlebih dahulu mengisi daftar absen rumah abadi. Atau bisa juga aku terpanggil lebih cepat.
Mari berkemas mempersiapkan segalanya guna menuju rumah abadi.
Buat mereka yang telah mendahului. Semoga menjumpai cinta abadinya dengan tersenyum.
Hidayatullah Ahmad Jazri
|