Selasa, 07 Juli 2009
Catatan Perjalanan ke Ro’sul Bar
2 Juli 2009

Pagi lumayan terik. Bis yang sudah ditunggu-tunggu sejak pukul tujuh akhirnya nongol juga. Aku yang dari tadi duduk dengan tas ransel dipundak, dan tas gitar melingkar di lengan kanan, sudah bisa sedikit tersenyum. Walau masih menyisakan kepenatan karena semalaman begadang. Bela-belain g tidur takut kebablasan. Dari sepion bis aku berkaca membenahi diri. Ternyata mataku sayu. Pantesan teman- teman dari tadi bilang, kok lemas banget? Ternyata aku baru sadar.hehehe….

Jalanan H10 masih agak senggang. Hanya ada beberapa mobil saja yang berlalu lalang. Lebih-lebih pada jalur masuk ke Bawwabat 3. Segelintir orang aja yang tampak mulai berangkat kerja. Hufhh…beginilah keadaan Kairo di pagi hari saat musim panas. Kebanyak orang-orang menghabiskan kegiatannya di malam hari hingga subuh tiba, lalu istirahat tidur. Ada benarnya juga kata pepatah”lain lubuk lain ikannya”, lain tempat lain kebiasaan orangnya.

Tepat pukul sembilan mobiku jalan meninggalkan Kairo. Kairo-Ro’sul Bar kurang lebih berjarak 200 kilo meter. Ditempuh dengan 4 jam perjalanan. Kali ini aku menjadi salah satu anggota tour “IKBAL korda Kairo”. Dengan jumlah lima puluh orang peserta rihlah.

Sengaja aku mengambil tempat duduk disebelah jendela bis. Agar mudah melihat pemandangan selama dalam perjalanan. Kubuka sedikit tirai horden yang menutupi jendela kaca bis. Kupakai kacamata hitam klasikku yang sejak tadi bergelantung di kerah leher bajuku. Wah…mulai beraksi deh. Sinar matahari sudah tidak mempan lagi. Semua serasa adem. Lebih-lebih ditambah hembusan sejuk AC bis yang meraung-raung seiring suara deru mesin mobil.

Melintasi musallas, aku menengok kearah sebelah kanan halte. Tempat biasa turun dari bis atau tram sehabis pulang kuliah atau sedang dari arah H7. Sampai Zahra tulisan besar ‘Nadi Sallab”. “Wah…ini dia tempat aku biasa main bola jika ada waktu luang”. Gumamku dalam hati. Selepas Zahra yang terlihat hanya hamparan padang pasir. Ada sih beberapa bangunan besar tetapi tidak bisa menutupi hamparan padang pasir yang membentang sejauh mata memandang layaknya di Kairo.

Ini adalah kali pertama aku berkunjung ke Ro’sul Bar. Menurut cerita teman-teman tempatnya indah. Dekat pantai dipenuhi villa. Dan yang paling menarik dari Ro’sul Bar adalah tempat bertemunya air laut dengan ujung sungal Nil. Yang panjangnya kurang lebih 6695 kilometer. Katanya sih…aku sendiri belum pernah sampai kesana.
Kini pandanganku kosong. Padang pasir yang tak berbentuk membuat bosan. Awalnya sih mengesankan. Tapi jika sepanjang 200 kilometer hanya gurun padang pasir jadinya sumpek juga. Kepalaku sudah miring ke samping kanan. Pandangan sudah agak sempoyongan. Pemandangan samping kaca sudah seakan terombang ambing. Kuperbaiki posisi kepala pada tempat duduk dan kurapatkan kacamata agar lebih nyaman dan tidak tampak.

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh beberapa teman yang bernyanyi diiringi petikan gitar. Entah lagu apa yang mereka nyanyikan. Kubuka kacamata, kuusap mata yang masih setengah sadar. “huhhhhhh..anak-anak ini mengganggu tidurku aja. Udah kuncinya salah dan suaranya cempreng lagi”, gumamku kesal dalam hati. Kucoba mengatur posisiku kembali agar lebih nyaman. Saat hampir terpejam, seketika kulihat Tulisan besar terpampang disebelah kanan”Ismailiyyah”. Langsung membuat aku beranjak dari tempat duduk. Lama juga ternyata aku terlelap tadi. Hehehe…
Tiba di Ro’sul Bar

Sekitar pukul 13:30 bis travelku sudah memasuki wilayah Ro’sul Bar. Ternyata benar ungkap teman-teman kalau Ro’sul Bar dipenuhi villa. Mobilku masih mengitari jalanan mencari penginapan yang sudah dipesan.

”Ala gamba ya…Asta” , ucap ketua panitia yang dari tadi nolah noleh kesana kemari sembari berbicara dalam telpon dengan teman yang sudah ditugaskan untuk booking tempat sejak semalam.

“Hore akhirnya sampai juga”. Teriak teman-teman diiringi tepuk tangan.

“sebentar teman-teman. Sekedar pengumuman, kita akan berapa di Ro’sul Bar hanya satu hari. Besok jam 12:00 siang kita sudah harus meninggalkan penginapan dan berangkat ke Port Said dan selanjutnya sorenya kembali ke Kairo. Sekarang silahkan menuju penginapan untuk istirahat. Ntar malam selepas magrib kita akan ada acara dipantai”. Ungkap ketua panitia.

Penginapanku berada di lantai 2. Ada di jalan:33, suq:33. Dekat pantai persis. Tidak lebih dari 200 meter jika ingin ke pantai. Aku segera mencari kasur kosong dan merebahkan badan lelahku yang dari semalam belum tidur. Dimobil sempat tidur tetapi terganggu oleh suara nyanyian gaduh teman-teman.

Aku baru terjaga pukul 19:00 sore. Melihat ke ranjang sebelah, terus menuju kamar sebelah pada kosong. Hanya ada beberapa teman di balkon yang sedang asyik merokok.

“pada kemana teman-teman?” sapaku sambil merapikan rambut yang terasa jabrik.

“pada keluar semua jalan-jalan”, ungkap salah satu teman.

“emang dari tadi kamu kemana Yat?”, tanyanya

“kecapean dari semalam g bobo”, jawabku.

“hehehe…ternyata aku ke sini Cuma pindah tidur aja”, gumamku dalam hati.

Al-Lisan, tempat pertemuan antara air laut dan air darat sungai Nil
Ro’sul Bar adalah bagian dari privinsi Dimyat. Ro’sul Bar terkenal dengan pesona pantainya. Tapi yang membuat lebih istimewa dari yang lainnya adalah tempat pertemuan antara air laut dan air darat. Atau dengan kata lain, di Ro’sul Bar lah ujung dari sungai Nil yang panjangnya 6695 kilometer. Salah satu sungai terpanjang didunia yang melewati beberapi negara.

Tempat nama pertemuan antara air sungai dan darat ini adalah Al-Lisan. Jaraknya kurang lebih 2 kilometer dari penginapan. Kalau di Indonesia seperti desa lah. Begitu kira-kira. Al-Lisan ini masuk dalam daerah Ro’sul Bar.

Aku sudah tidak sabar lagi mau ke Al-Lisan. Mau menyaksikan bagaimana sih pertemuan antara air laut dan air darat?, Apa ada warna pemisah? Atau ada tanda pemisah?, semua pertanyaan bersarang diotak. Membuat aku ingin kesana secepatnya. Teman-teman sudah pada kesana sejak siang. Hanya aku saja yang dari tadi tidur lelap di kamar penginapan hingga menjelang magrib.

Setelah shalat magrib tepat, aku berangkat ke Al-Lisan bersama beberapa teman. Dari penginapan di jalan:33, suq:33 harus jalan kaki beberapa meter menuju jalan utama tempat mencari tumpangan mobil tram buat ke Al-Lisan. Kali ini aku hanya menggunkan celana traning, kaos, dan sandal jepit. Tidak mau ketinggalan gitar cantikku ikut bergelantung dipundak. Gitar hadiah pemberian salah satu sahabat dekatku yang sudah balik ke Indonesia. Biasa…anak pantai sudah tau bagaimana memilih kostum yang cocok buat wisata pantai.

“mana sih tempatnya?, udah sampai ya?”, tanyaku pada teman yang jalan bersamaku

“ya ini”. Jawabnya sambil menunjuk ke arah depan

“kok seperti tembok China sih?, dimana pertemuan airnya?”, tanyaku kembali dengan Nada tidak sabar.

selepas turun mobil memang yang tampak seperti bentangan Tembok panjang dihiasi lampu-lampu gemerlap. Karena aku ke sananya di malam hari. Pengunjung malam ini rame banget karena malam jum’at. Malam libur mayoritas orang Mesir.

Aku dan teman-teman berjalan mengikuti arah menuju ujung tempat keramaian yang ditandai dengan tiang panjang menyala dengan latar laut meditrania. Laut yang banyak menyimpan sejarah peradaban. Begitu tampak dari kejauhan.

Tiba-tiba kami di kagetkan dengan beberapa petugas yang sedang memeriksa barang para pengunjung. Tak terlewatkan barang bawaanku. Aduh…petugas itu meminta gitarku disita sementara.

“tidak boleh masuk membawa gitar atau barang terlarang lainnya, jadi kami simpan sementara. Saat anda keluar nanti bisa diambil lagi”. Ungkapnya menjelaskan sambil menunjuk ke papan peraturan yang berdiri tegak di samping post petugas.

“wah…musnah deh harapanku ingin memetik gitar di ujung menara yang menyala diiringi hempasan ombak pantai yang memadukan antara air laut dan darat” , cetusku dengan nada sedikit kecewa.



Bersambung…
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 12.47  
DAKWAH ALA SANTRI

Previous Post
Archives
SHOUT BOX