Senin, 02 November 2009
Berkibarlah Merah Putihku
“Hiduplah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia raya. Indonesia raya merdeka-merdeka bangsaku rakyatku semuanya…”. Jiwaku gemetar seakan bergetar kencang dituntun untuk hening menghayati isi pesan-pesan yang tersurat dari lirik lagu kebangsaan. Aku yang dari tadi bercanda gurau dengan salah satu sahabat yang juga ikut dalam acara wisuda PPMI 10 oktober 2009 langsung terdiam seakan terbius oleh alunan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Baru kali ini lagu kebangsaan kunyanyikan kembali. Setelah sekian lama kurang lebih selama empat tahun bisa dihitung hanya dua atau tiga kali aku menyanyikannya pada beberapa peringatan kenegaraan di negeri Fir’aun ini. Aku hanyut dalam buaian lirik dan musik yang sejak Sekolah dasar dulu selalu aku nyanyikan disetiap awal pekan saat pengibaran sangsaka merah putih. Saat ini saat aku menyanyikan di negeri orang, semua terasa sangat berarti. Begitu memotivasi, sangat memberikan sentuhan kenegaraan.

Seketika pikiranku langsung terbang ke tanah air. Durasi yang tak lebih dari lima menit selama menyanyikan lagu mengantarkanku ke tanah air lewat jalur fantasi. Aku terusik dengan sekian memori yang terangkum dalam otak. Sekian adegan, sekian peristiwa dan realita tentang tanah airku tercinta. Problematika yang belum kian usai tuntas bahkan semakin menjalar bagai infeksi yang kian menggerogoti luka. Walau hanya dapat meratapi melalui media. Tetapi perjuangan bangsa tetap dirasakan.

“Indonesia tanah airku”. Tempatku berpijak. Dahulu aku lahir dan tumbuh berkembang di sana. Telah memberiku segalanya. Bagiku tak ada satupun tempat yang pernah aku singgahi seindah tanah airku Indonesia. Air kehidupan mengalir begitu deras ke segala penjuru. Begitu melimpahnya sampai-sampai terkadang jika masa hujan tiba harus memaksa beberapa penduduk untuk mengungsi karena banjir. Gunung-gunung bergandeng mesra rapi indah bukan hanya menjadi patok pulau, tetapi juga menjadi sumber kehidupan dan keindahan. Pulau-Pulau yang tak terhitung jumlahnya hingga banyak yang tidak berpenghuni. Begitu kaya negeri ini, sangat melimpah karunia tuhan. Tapi sangat disayangkan semua itu terkadang kurang disadari dan disyukuri.

”hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku rakyatku semuanya. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia raya”. Aku sedikit termangu dan terpaku. Aku bertanya pada diri sendiri. Apa bangsaku sudah bangun jiwa dan raga? Atau masih tertidur nyenyak? Jika bangsaku sudah bangun dan berlari, mengapa negeriku masih jauh tertinggal dengan bangsa lain? Atau mungkin karena berabad-abad terjajah sehingga masih terlalu lelah lantas beristirahat dengan nyenyak? Pertanyaan-pertanyaan itu yang terus ada di benakku.

Hingga sampai pada “Indonesia raya merdeka-merdeka” . kembali aku tertunduk. Apa arti merdeka? Saat seperti apa sebuah Negara dikatakan merdeka? Apa bangsaku sudah merdeka? Apa jiwanya telah merdeka? Apa Negara yang sangat kaya akan sumber alam ini, tetapi sebagian penduduknya hidup dalam garis kemiskinan dikatakan sebuah kemerdekaan? Mengapa kemerdekaan itu kian redup dan bahkan lenyap?

Bukan tanpa perenungan panjang aku manyampaikan ini walau hanya dalam lamunan. sebagai anak bangsa aku berusaha melihat realita ini dengan cermat. Suatu saat aku pernah berbincang dengan seorang turis asing yang sedang berlibur ke Indonesia. Dengan santai aku berkata padanya: what is your opinion about my country?. Dia menjawab: Indonesia is good country. Very beautiful. Dengan bangga aku mendengar jawaban tadi seraya tersenyum simpul. Tetapi belum usai aku mengakhiri senyum, turis tadi melanjutkan perkataannya:”but I dislike your corrupt goverment”. Wajahku berubah ciut pasi. Ingin rasanya kutarik kembali senyuman yang sempat merekah tadi. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku hanya bisa melongo mendengar perkataan itu. Tapi memang inilah realita yang ada. Aku sangat terpukul sebagai anak bangsa. Terlebih sebagai seorang penduduk yang mayoritas pemerintahannya diisi oleh orang-orang muslim. Aku berfikir singkat, harga diri dan martabat bangsa ini ditukar hanya dengan kebohongan. Kejujuran diobral hanya demi kepentingan pribadi. Terkadang yang benar bisa menjadi salah atau begitu sebaliknya.


“hiduplah indonesia raya”. Lirik penutup ini membuatku lega dan bisa tersenyum kembali. Perjalanan masihlah panjang. Kesempatan untuk maju dan meraih apa yang menjadi cita-cita bangsa begitu luas. Anak-anak bangsa yang cerdas dan berbakat masih sangatlah meruah. Sumber daya alam kita kendati banyak yang sudah tergadaikan tetapi masih banyak yang bisa dieksploitasikan. Tidak ada kata menyerah sebelum semuanya berakhir. Satu kata maju tidak ada kata mundur. Tapi yang pasti”mustahil berlabuh bisa dayung tak terkayuh”.






Hidayatullah Ahmad Jazri
Musallas, Nasr City, Kairo, Egypt
29-10-2009
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 10.48  
DAKWAH ALA SANTRI

Previous Post
Archives
SHOUT BOX