Minggu, 22 Februari 2009
Mutiara Itu Hampir Kuraih
Ini berawal sejak aku duduk di bangku sekolah menengah pertama di salah satu pesantren modern terbesar di pulau Madura. Pondok pesantren yang cukup dikenal di kancah nasional yaitu Al-Amien Prenduan. Pondokku tepat berada di kabupaten terujung pulau madura. Memerlukan waktu 4 jam perjalanan dari kota Surabaya menggunakan bus.

Melihat beberapa asatidz yang meliliki wawasan dan pengetahuan luas dalam bidang agama mengetuk hatiku untuk bisa meniru dan menjadi seperti mereka. Apalagi belakangan kutahu mereka lulusan timur tengah,menambah kekagumanku akan mereka. Ilmu agama dan bahasa arab adalah pelajaran kesukanku saat itu. Hingga pada suatu hari,saat ujian orientasi seorang ustad bertanya kepadaku: apa cita-citamu ke depan setelah lulus dari pondok Al-Amien?dengan reflex aku menjawab: insyallah akan melanjutkan ke timur tengah ustad. Entah apa yang meyakinkanku untuk menjawab seperti itu. Tetapi pikiranku tetap saya ingin melanjutkan ke sana.

Begitu seterusnya hingga aku hampir lulus SMP. Ada 2 opsi. Melanjutkan ke SMU or MAK? dalam jenjang ini hanya ada 2 pilihan saja. Lantas aku memutuskan untuk memilih masuk MAK(madrasah aliyah keagamaan). Karena itu selaras dengan orientasiku ke depan kelak.yaitu bisa melanjutkan studi ke timur tengah.

Waktu terus berjalan,tanpa terasa aku akan menjadi salah satu wisudawan MTA Al-Amien Prenduan. Wisuda dan yudisium adalah acara tahunan MTA Al-Amien sebelum melepas alumninya yang telah lulus jenjang pendidikan aliyah. Tepat 1 juli 2005,peristiwa bersejarah itu tiba. Perasaan haru,bahagia,dan sedih bercampur menjadi satu. Haru dan bahagia karena kami bisa lulus dan menyelesaikan studi tepat waktu. Sedih karena kami akan meninggalkan pondok yang kami cintai dan berpisah dengan para sahabat. Tapi inilah kenyataan hidup yang harus terjadi.

Cita-citaku untuk menjadi mahasiswa timur tengah terasa semakin dekat untuk terwujud. Apalagi setelah salah satu mediator yang dulunya kakak kelasku menawarkan jasa studi di sana. Orang tuaku yang besifat demokratis menyerahkan sepenuhnya keputusan kepadaku asal itu baik buatku. Tanpa ragu akupun mendaftarkan diri walau sebagian persyaratan belum bisa kupenuhi seluruhnya. Karena ijazahku waktu itu belum turun dan beberapa persyaratan lainmya masih terhalang waktu.

Awalnya hanya mimpi sekarang menjadi kenyataan. Aku sudah mendapatkan tasdiq Al-Azhar. Kakak kelasku yang sedang mengurus keberangkatan memberi kabar gembira melalui pesan singkat sms pagi tadi sekaligus memberitahukan kalau kita akan berangkat ke Kairo mingu depan. Berarti aku sudah terdaftar.ya..aku sudah terdaftar. Aku kegirangan dan memberitahukan emak dan bapak. Aku hanya punya waktu satu minggu untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

“Bandara Soekarno Hatta”tulisan itu terpampang begitu besar sehingga mudah dibaca pas sebelum masuk arena bandara. Bibiku yang mengantarkan aku menggunakan mobil jazznya memeluk aku dan berpesan : rajin-rajin shalat,puasa dan belajar ya sayang. Dan jangan lupa awas..dayat jangan pacaran dulu sebelum S1 selesai. Aku terperangah,kaget dan kagum mendengar pesan yang ia sampaikan. Dengan sedikit gugup aku menjawab: ya insyallah bibiku sayang. Wajar aku seperti itu karena bibiku beragama hindu. Seperti agama ibuku dulu sebelum memeluk agama islam. Tapi alhamdulillah Allah memang pemberi hidayah kepada hambanya.

Tidak sampai 12 jam sejak pesawatku terbang dari Jakarta kami sudah tiba di Kuwait. Menjelang pukul 03:00 dini hari kami sudah terbang ke Egypt dan alhamdulillah tiba dengan selamat 4 jam kemudian. Aku kaget melihat situasi yang sangat berbeda dengan apa yang kubayangkan sebelumnya. Ternyata tanah airku jauh lebih indah. Dalam hati aku berkata: mengapa orang-orang Indonesia tidak PD dengan tanah airnya sendiri?. Tapi aku berusaha menguatkan diri walau dalam kekecewaan yang mendalam bahwa aku ke sini ingin mencari ilmu dan ibadah. Itu saja.

Beberapa hari di Kairo,aku merasakan situasi yang sangat berbeda dengan tanah air. Dari budaya dan keadaan alam. Tak pernah kurasakan udara sedingin ini sampai menusuk tulang yang mengaharuskan aku menggunakan pakaian berlapis-lapis tanpa ada bagian terkecil dari tubuh yang tak tertutupi kecuali wajah. Tak pernah kulihat orang berteriak selantang ini sebelumnya,bisa terdengar dalam radius lebih dari 100 meter. Tak penah kumelihat kota sesemrawut kota Kairo. Dan banyak lainnya yang kurasa sangat asing dalam hidup.

Apartement pertamaku terletak di H10,Ghami.persis di samping suq sayyarah. Sebuah dataran luas yang beralaskan semen tempat bertemunya para penjual mobil setiap hari jumat dan ahad. jika ingin ke kuliah bisa naik mobil 80 coret atau 65 kuning,ujar teman seniorku yang sudah beberapa tahun disini.

Hari pertama kali ke kuliah merupakan perjuangan yang sangat bersejarah dalam hidupku. Pasalnya ini adalah pertama dalam hidupku. Mulai dari nunggu bus di halte,naik bis yang berdesakan,sampai kuliah harus antri berbaris-baris yang panjangnya tidak kalah dengan antrian pembagian sembako. Sangat melelahkan. Tetapi semua itu tidak membuatku menyerah untuk menundukkkan Kairo. Aku ingin cepat bisa kuliah,cepat lulus dan bisa pulang ke tanah air. Karena itu adalah mutiara yang selama ini aku impikan.bisa menyelesaikan kuliah di Al-Azhar Kairo.

Pikirkan dan kerjakan ungkap seniorku yang tanpa kusadari dari tadi melihatku membolak-balik muqorror yang bagiku sangat tebal. Jangan hanya diplototi tapi baca dong,imbuhnya melanjutkan perkataanya tadi. Yang kak jawabku lirih. Sedikit-demi sedikit aku mulai terbiasa dengan keadaan yang ada. Aku terus berusaha belajar dan belajar. Aku harus lulus dan menjadi sarjana usuludin secepatnya . Setidaknya itu target minimalku tahun ini. Usaha,doa,istiqomah,dan tawakkal itulah rumus yang kupraktikkan. Begitu seterusnya hari-hari kulalui hingga ujian term pertama dan kedua.

Pengumuman hasil nilai ujian tingkat satu tiba. Alhamdulillah aku lulus walau harus puas dengan menyisakan satu materi. Materi yang tidak bisa aku selesaikan saat tingkat pertama adalah nudzum islamiyyah. Padahal dalam benakku itu adalah materi termudah diantara materi-materi yang lain. Tapi entahlah barangkali aku tidak teliti dalam menjawab soal, Atau bisa jadi penilaian begitu ketat dalam materi tersebut. itupun aku sangat bersyukur bisa lulus ke tingkat 2.

Naik ke tingkat 2 tak sedikpun membuat aku puas. Aku semakin merasa dahaga akan ilmu. Koleksi buku-buku selain muqoorror makin banyak. Karena setiap bulan harus ada buku yang bertambah. Aku mulai berkenalan dengan beberapa forum diskusi dan halaqoh ilmiyah. Ada beberapa yang kuikuti guna menambah wawasan dan pengetahuan. Tak terasa ujian tingkat 2 udah dekat. Berarti aku harus fokus pada ujian dulu.

Tidak ada kata selain syukur alhamdulillah. Saat ini aku telah lulus ke tingkat 4 jurusan hadist dengan nilai yang cukup memuaskan. Berarti hanya tinggal membutuhkan satu tangga lagi bagiku untuk bisa meraih mutiara yang kuimpikan selama ini. Apakah aku bisa meraihnya tahun depan? Semua itu adalah teka-teki yang tak bisa dijawab saat ini. Pikirkan dan kerjakan.



Hidayattullah Ahmad Jazri
Darmalaq,Kairo,Egypt
17 agustus 2008
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 22.31  
DAKWAH ALA SANTRI

Previous Post
Archives
SHOUT BOX