Sabtu, 11 Juli 2009
Bersyukur Atas Segala Karunia
Seringkali kenikmatan itu disadari saat ia jauh, pergi, atau hilang. Disaat kenikmatan itu dekat atau bahkan ada pada kita, kadang terlalaikan dan terlupakan. Ini bukanlah sebuah wacana tetapi kenyataan hidup.

Manusia yang kaya raya seringkali tidak pernah merasa dirinya kaya dan puas kecuali disaat kekayaannya lenyap dan tiada. Saat kekayaan itu hilang maka ia dengan segera berkata,” ternyata dulu aku seorang yang kaya. Memiliki ini, itu, dan hidup cukup. Aku baru menyadarinya disaat semua telah tiada. Saat semua ada aku gunakan untuk berfoya-foya dan lupa bahwa itu semua dariNya”.

Seorang yang sehat sering lupa bahwa kesehatan itu sebuah karunia. Justru di saat sakit ia baru menyadari bahwa kesehatan yang dulu ia rasakan adalah sebuah ni’mat Allah yang sangat mahal. Orang yang sakit gigi akan berkata”ternyata kesehatanku dulu adalah sebuah nik’mat yang luar biasa”. Seorang yang ditimpa kanker akan berkata”ternyata kesehatan adalah sesuatu yang tidak bisa dihitung dengan materi”. Sungguh benar pesan baginda Nabi” kesehatan ibarat sebuah mahkota. Dimana mahkota itu tidak akan pernah bisa dirasakan kecuali oleh orang yang sakit”. Saat sehat ia tidak merasa bahwa itu sebuah karunia tetapi saat sakit ia baru menyadari bahwa semua itu adalah ni’mat yang harus disyukuri.

Begitu juga seorang yang memiliki kesempatan dan waktu luang. Seringkali waktu yang begitu senggang dan luas ia lalaikan. Teramat murah jika sebagian orang mendefinisikan bahwa waktu adalah uang. Tetapi lebih tepat mengatakan the time is our life. Waktu adalah kehidupan kita. Karena ia tidak bisa terbeli oleh uang dan materi. Waktu termasuk dalam bilangan jatah hidup. Pada hakekatnya kehidupan hanyalah bilangan hari yang terhitung. Jika satu hari berlalu, maka hilanglah sebagian jatah hidup. Jika telah hilang sebagian jatah hidup, maka makin dekatlah kematian.

Tak perlak juga nik’mat iman. Tidak sedikit dari sebagian muslim yang lupa akan nik’mat terindah ini. Ni’mat diatas segala ni’mat. Ni’mat yang mempertemukan antara hamba dan tuhan. Ni’mat yang menjadikan hidup lebih berarti dan terarah. Ni’mat yang menyelamatkan seorang hamba dari kekufuran. Ni’mat yang memberi kedamaian dan ketentraman. Sangat disayangkan seringkali ni’mat iman ini disadari saat seorang muslim sudah terlunta-lunta dalam pengapnya kehidupan. Terjambak oleh terjalnya hidup. Terhimpit perasaan hati yang tak kian puas akan materi.

Lantas alasan apalagi yang membuat kita enggan mensyukuri nik’mat Allah?, lagi-lagi seringkali kita meremehkan hal yang kecil dan hanya menganggap hal yang besar. Padahal jutru hal kecil yang diremehkan lebih membahayakan dari hal yang besar.

Nik’mat Nafas, Iman, sempat, sehat, damai sering terlupakan. Yang kita anggap nik’mat hanyalah rizqi melimpah, jabatan tinggi, bangunan mentereng. Padahal semuanya adalah karunia yang harus disyukuri. Kecil ataupun besar, tampak maupun abstrak, semua adalah karunia yang harus disyukuri.

Setiap langkah yang kita tapaki, setiap nafas yang berhembus, setiap detak jantung yang berderai, setiap luapan air mata yang terurai, semua adalah karuniaNya. Bersyukur atas apa yang ada, memulai dari yang paling sederhana adalah cermin hamba yang pandai bersyukur.




Hidayatullah Ahmad Jazri
Saqor Qurays, Nasr City, Kairo
11 Juli 2009

Read more ....
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 12.31  
Selasa, 07 Juli 2009
Catatan Perjalanan ke Ro’sul Bar
2 Juli 2009

Pagi lumayan terik. Bis yang sudah ditunggu-tunggu sejak pukul tujuh akhirnya nongol juga. Aku yang dari tadi duduk dengan tas ransel dipundak, dan tas gitar melingkar di lengan kanan, sudah bisa sedikit tersenyum. Walau masih menyisakan kepenatan karena semalaman begadang. Bela-belain g tidur takut kebablasan. Dari sepion bis aku berkaca membenahi diri. Ternyata mataku sayu. Pantesan teman- teman dari tadi bilang, kok lemas banget? Ternyata aku baru sadar.hehehe….

Jalanan H10 masih agak senggang. Hanya ada beberapa mobil saja yang berlalu lalang. Lebih-lebih pada jalur masuk ke Bawwabat 3. Segelintir orang aja yang tampak mulai berangkat kerja. Hufhh…beginilah keadaan Kairo di pagi hari saat musim panas. Kebanyak orang-orang menghabiskan kegiatannya di malam hari hingga subuh tiba, lalu istirahat tidur. Ada benarnya juga kata pepatah”lain lubuk lain ikannya”, lain tempat lain kebiasaan orangnya.

Tepat pukul sembilan mobiku jalan meninggalkan Kairo. Kairo-Ro’sul Bar kurang lebih berjarak 200 kilo meter. Ditempuh dengan 4 jam perjalanan. Kali ini aku menjadi salah satu anggota tour “IKBAL korda Kairo”. Dengan jumlah lima puluh orang peserta rihlah.

Sengaja aku mengambil tempat duduk disebelah jendela bis. Agar mudah melihat pemandangan selama dalam perjalanan. Kubuka sedikit tirai horden yang menutupi jendela kaca bis. Kupakai kacamata hitam klasikku yang sejak tadi bergelantung di kerah leher bajuku. Wah…mulai beraksi deh. Sinar matahari sudah tidak mempan lagi. Semua serasa adem. Lebih-lebih ditambah hembusan sejuk AC bis yang meraung-raung seiring suara deru mesin mobil.

Melintasi musallas, aku menengok kearah sebelah kanan halte. Tempat biasa turun dari bis atau tram sehabis pulang kuliah atau sedang dari arah H7. Sampai Zahra tulisan besar ‘Nadi Sallab”. “Wah…ini dia tempat aku biasa main bola jika ada waktu luang”. Gumamku dalam hati. Selepas Zahra yang terlihat hanya hamparan padang pasir. Ada sih beberapa bangunan besar tetapi tidak bisa menutupi hamparan padang pasir yang membentang sejauh mata memandang layaknya di Kairo.

Ini adalah kali pertama aku berkunjung ke Ro’sul Bar. Menurut cerita teman-teman tempatnya indah. Dekat pantai dipenuhi villa. Dan yang paling menarik dari Ro’sul Bar adalah tempat bertemunya air laut dengan ujung sungal Nil. Yang panjangnya kurang lebih 6695 kilometer. Katanya sih…aku sendiri belum pernah sampai kesana.
Kini pandanganku kosong. Padang pasir yang tak berbentuk membuat bosan. Awalnya sih mengesankan. Tapi jika sepanjang 200 kilometer hanya gurun padang pasir jadinya sumpek juga. Kepalaku sudah miring ke samping kanan. Pandangan sudah agak sempoyongan. Pemandangan samping kaca sudah seakan terombang ambing. Kuperbaiki posisi kepala pada tempat duduk dan kurapatkan kacamata agar lebih nyaman dan tidak tampak.

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh beberapa teman yang bernyanyi diiringi petikan gitar. Entah lagu apa yang mereka nyanyikan. Kubuka kacamata, kuusap mata yang masih setengah sadar. “huhhhhhh..anak-anak ini mengganggu tidurku aja. Udah kuncinya salah dan suaranya cempreng lagi”, gumamku kesal dalam hati. Kucoba mengatur posisiku kembali agar lebih nyaman. Saat hampir terpejam, seketika kulihat Tulisan besar terpampang disebelah kanan”Ismailiyyah”. Langsung membuat aku beranjak dari tempat duduk. Lama juga ternyata aku terlelap tadi. Hehehe…
Tiba di Ro’sul Bar

Sekitar pukul 13:30 bis travelku sudah memasuki wilayah Ro’sul Bar. Ternyata benar ungkap teman-teman kalau Ro’sul Bar dipenuhi villa. Mobilku masih mengitari jalanan mencari penginapan yang sudah dipesan.

”Ala gamba ya…Asta” , ucap ketua panitia yang dari tadi nolah noleh kesana kemari sembari berbicara dalam telpon dengan teman yang sudah ditugaskan untuk booking tempat sejak semalam.

“Hore akhirnya sampai juga”. Teriak teman-teman diiringi tepuk tangan.

“sebentar teman-teman. Sekedar pengumuman, kita akan berapa di Ro’sul Bar hanya satu hari. Besok jam 12:00 siang kita sudah harus meninggalkan penginapan dan berangkat ke Port Said dan selanjutnya sorenya kembali ke Kairo. Sekarang silahkan menuju penginapan untuk istirahat. Ntar malam selepas magrib kita akan ada acara dipantai”. Ungkap ketua panitia.

Penginapanku berada di lantai 2. Ada di jalan:33, suq:33. Dekat pantai persis. Tidak lebih dari 200 meter jika ingin ke pantai. Aku segera mencari kasur kosong dan merebahkan badan lelahku yang dari semalam belum tidur. Dimobil sempat tidur tetapi terganggu oleh suara nyanyian gaduh teman-teman.

Aku baru terjaga pukul 19:00 sore. Melihat ke ranjang sebelah, terus menuju kamar sebelah pada kosong. Hanya ada beberapa teman di balkon yang sedang asyik merokok.

“pada kemana teman-teman?” sapaku sambil merapikan rambut yang terasa jabrik.

“pada keluar semua jalan-jalan”, ungkap salah satu teman.

“emang dari tadi kamu kemana Yat?”, tanyanya

“kecapean dari semalam g bobo”, jawabku.

“hehehe…ternyata aku ke sini Cuma pindah tidur aja”, gumamku dalam hati.

Al-Lisan, tempat pertemuan antara air laut dan air darat sungai Nil
Ro’sul Bar adalah bagian dari privinsi Dimyat. Ro’sul Bar terkenal dengan pesona pantainya. Tapi yang membuat lebih istimewa dari yang lainnya adalah tempat pertemuan antara air laut dan air darat. Atau dengan kata lain, di Ro’sul Bar lah ujung dari sungai Nil yang panjangnya 6695 kilometer. Salah satu sungai terpanjang didunia yang melewati beberapi negara.

Tempat nama pertemuan antara air sungai dan darat ini adalah Al-Lisan. Jaraknya kurang lebih 2 kilometer dari penginapan. Kalau di Indonesia seperti desa lah. Begitu kira-kira. Al-Lisan ini masuk dalam daerah Ro’sul Bar.

Aku sudah tidak sabar lagi mau ke Al-Lisan. Mau menyaksikan bagaimana sih pertemuan antara air laut dan air darat?, Apa ada warna pemisah? Atau ada tanda pemisah?, semua pertanyaan bersarang diotak. Membuat aku ingin kesana secepatnya. Teman-teman sudah pada kesana sejak siang. Hanya aku saja yang dari tadi tidur lelap di kamar penginapan hingga menjelang magrib.

Setelah shalat magrib tepat, aku berangkat ke Al-Lisan bersama beberapa teman. Dari penginapan di jalan:33, suq:33 harus jalan kaki beberapa meter menuju jalan utama tempat mencari tumpangan mobil tram buat ke Al-Lisan. Kali ini aku hanya menggunkan celana traning, kaos, dan sandal jepit. Tidak mau ketinggalan gitar cantikku ikut bergelantung dipundak. Gitar hadiah pemberian salah satu sahabat dekatku yang sudah balik ke Indonesia. Biasa…anak pantai sudah tau bagaimana memilih kostum yang cocok buat wisata pantai.

“mana sih tempatnya?, udah sampai ya?”, tanyaku pada teman yang jalan bersamaku

“ya ini”. Jawabnya sambil menunjuk ke arah depan

“kok seperti tembok China sih?, dimana pertemuan airnya?”, tanyaku kembali dengan Nada tidak sabar.

selepas turun mobil memang yang tampak seperti bentangan Tembok panjang dihiasi lampu-lampu gemerlap. Karena aku ke sananya di malam hari. Pengunjung malam ini rame banget karena malam jum’at. Malam libur mayoritas orang Mesir.

Aku dan teman-teman berjalan mengikuti arah menuju ujung tempat keramaian yang ditandai dengan tiang panjang menyala dengan latar laut meditrania. Laut yang banyak menyimpan sejarah peradaban. Begitu tampak dari kejauhan.

Tiba-tiba kami di kagetkan dengan beberapa petugas yang sedang memeriksa barang para pengunjung. Tak terlewatkan barang bawaanku. Aduh…petugas itu meminta gitarku disita sementara.

“tidak boleh masuk membawa gitar atau barang terlarang lainnya, jadi kami simpan sementara. Saat anda keluar nanti bisa diambil lagi”. Ungkapnya menjelaskan sambil menunjuk ke papan peraturan yang berdiri tegak di samping post petugas.

“wah…musnah deh harapanku ingin memetik gitar di ujung menara yang menyala diiringi hempasan ombak pantai yang memadukan antara air laut dan darat” , cetusku dengan nada sedikit kecewa.



Bersambung…

Read more ....
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 12.47  
Minggu, 05 Juli 2009
Indonesia Menjelang Pilpres 2009
Beberapa saat lagi bangsa indonesia akan menyaksikan pemilihan presiden. Tulisan ini dirilis genap empat hari menjelang pemilihan presiden. Kendati begitu, mulai beberapa pekan lalu gaung pemilihan calon presiden sudah sangat santer. Mulai dari debat capres, debat cawapres, dan kampanye. Tak terlewatkan juga WNI yang ada di penjuru dunia. Khususnya Mesir. Yang selalu dengan sigap memonitori perkembangan politik tanah air melalui media massa.

Tercatat ada tiga kandidat yang akan naik bertarung memperebutan kursi kepresidenan priode 2009-20014. Yang pertama pasangan Megawati Sukarno Putri-Prabowo, pasangan kedua adalah SBY-Boediono, dan yang terakhir adalah pasangan Jusuf Kalla-Wiranto.
Masing-masing pasangan telah mendapatkan porsi untuk menyampaikan visi dan misinya dalam debat calon presiden. Ditambah lagi kampanye dengan segudang janji-janji pada semua aspek. Baik itu Aspek ekonomi, pendidikan, penegakan hukum, hak asasi manusia dan yang lainnya.

Sebagai contoh. Dalam janji-janji pemilu pada sektor ekonomi, pasangan Megawati-Wiranto memiliki target akan mencapai dua digit pada empat tahun mendatang. Pasangan SBY-Boediono menargetkan akan mencapai 7 persen pada akhir tahun 2014. Pasangan ketiga tidak mau kalah dengan menargetkan 8 persen pada tahun 2011. Sedangkan pada sektor pendidikan, diantara janji-janji pasangan Megawati-Prabowo adalah kredit mahasiswa untuk kuliah, Asuransi kesehatan bagi mahasiswa, laptop murah bagi mahasiswa dan dosen. Begitu juga pasangan SBY-Boediono diantara janji-janjinya pada sektor pendidikan adalah meningkatkan kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan, Distribusi anggaran pendidikan secara proposional. Sedangkan diantara janji-janji pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dalam sektor pendidikan adalah mempercepat proses sertifikasi guru honorer, perlakuan yang sama antara madrasah dan sekolah umum, sertifikasi guru madrasah. Dan janji-janji kampanye dalam aspek lainnya.

Sejauh ini, yang masih menjadi pertanyaan dibenak setiap warga Indonesia adalah apakah semua janji-janji yang telah diungkapkan oleh para calon presiden hanya sekedar janji-janji kosong, atau memang sebuah komitmen tulus untuk mewujudkan cita-cita bangsa?. Berangkat dari pengalamanlah yang membuat sebagian bangsa indonesia trauma akan janji-janji kosong sehingga ada beberapa warga negara yang tidak percaya lagi dengan kata pemimpin dan lebih memilih untuk golput alias tidak memihak kepada siapa-siapa.

Pesta demokrasi tahun ini diharapkan bisa mengangkat sosok pemimpin yang bisa mewujudkan cita-cita bangsa. sekaligus bisa mengobati trauma bangsa indonesia yang telah banyak dikecewakan janji-janji yang disematkan oleh para calon presiden saat kampanye. Studi kasus dilapangan membuktikan bahwa sebagian besar janji-janji itu hanyalah bualan omong kosong. Sehabis terpilih menjadi presiden semua terlupakan.

Menyikapi hal ini sudah seharusnya sebagai warga negara Indonesia yang mencita-citakan kemajuan dan kemakmuran bersama untuk lebih ektra hati-hati dalam memilih pemimpin. Yaitu pemimpin yang memiliki komitmen tulus guna membangun bangsa Indonesia.

Secara umum Ada 3 karakteristik seorang pemimpin:

1.Akseptabilitas
Akseptabilitas dalam hal ini berarti keterimaan. Jika seorang pimimpin tidak memiliki keterimaan atas jabatan yang akan ia sandang berarti dia tidak pantas untuk dipilih. Bagaimana seorang pemimpin akan bertanggung jawab atas kewajibannya jika sejak awal dia sudah tidak memiliki keterimaan atas apa yang akan ia pimpin?. Jadi keterimaan adalah modal dasar seorang pemimpin.

2.Kapabilitas
Yaitu kemampuan. Termasuk dalam hal ini pengetahuan dan wawasan tentang kepemimpinan.pemimpin yang diharapkan adalah seorang pemimpin yang cerdas dan tangkas. Pemimpin yang memiliki wawasan yang luas. Pemimpin yang bisa membaca keaadaan rakyat. namun Ironisnya banyak diantara pemimpin yang hanya memiliki kemauan menjadi pemimpin tanpa memiliki kemampuan. Sehingga terpilihlah pemimpin yang akan mengecewakan rakyat, Pemimpin yang tidak tetap dalam mengambil keputusan.

3.Moralitas
Ini adalah aspek yang terpenting dalam kepemimpinan. Yaitu yang berkenaan dengan akhlaq. Karena pada esensinya tugas seorang pemimpin adalah memberi pengaruh. Mempengaruhi berarti menggiring, merubah kepada kebaikan. Dan hal itu tidak mungkin bisa terjadi kecuali seorang pemimpin memiliki moralitas yang tinggi.

Setidaknya tiga aspek ini bisa menjadi pertimbangan bagi kita guna memilih siapa yang pantas menjadi pemimpin. Sehingga kita tidak lagi termakan oleh janji-janji palsu. Dan yang terpenting Indonesia akan lebih maju dan akan segera meraih impian yang telah lama dicita-citakan oleh setiap individu bangsa.




Hidayatullah Ahmad Jazri
Mahasiswa Al-Azhar Kairo Jurusan Hadist
5 Juli 2009

Read more ....
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 15.35  
Jumat, 03 Juli 2009
Cahaya Yang Tak Datang Terlambat 2
“Kok cengkehnya tidak diambil semua aja Pak haji?”, ungkap Pak Kajeng dengan nada akrab.

“santai aja masalah bayaran diurus belakangan. Yang penting kan kita saling percaya”. Imbuhnya sambil diiringi canda tawa mesra duduk di gerugak mungil samping toko.

Pak Kajeng begitu orang biasa memanggilnya. Tapi nama lengkapnya adalah Jero Kajeng. Salah satu juragan cengkeh di desa Tanjung saat itu. Konon dari cerita orang-orang tua dulu, dia pemilik sebagian besar lahan pertokoan di tanjung saat itu. Belum lagi tanah berhektar-hektar di celelos yang biasa ditanami cengkeh, coklat, kopi, dan fanili .

Sebenarnya Pak Kajeng seorang penganut agama Hindu. Tetapi susah bisa dibedakan saat dia bergaul dengan rekan-rekan muslim. Karena memang sahabat dan rekan bisnisnya mayoritas dari kalangan muslim. Dan dia tampak sangat bisa menikmati hal itu.
“ya secukupnya dulu Pak Kajeng. Insyallah ntar kalau sudah habis saya ambil lagi”. Jawab Pak Ahmad.

“silahkan sambil di minum kopinya”. Sambung Pak Ahmad.

“Ngomong-ngomong bagaimana kira-kira hasil panen cengkeh tahun ini? Apa akan lebih baik dari dua tahun yang lalu?”. Tanya Pak Ahmad

“Belum bisa ditentukan Pak Ahmad, tapi kemungkinan besar sih. Insyallah…”. Jawabnya mengakhiri kata.

Walau Pak Kajeng seorang Hindu dia sangat akrab dengan ungkapan-ungkapan islam. Seperti halnya kata “Insyallah”. Seringkali dia ungkapkan. Juga kata”Ahamdulillah”. Sering terdengar dari lisannya saat ditanya kabar berita. Atau sedang berkumpul dengan rekan-rekan muslimnya. Bahkan dia dalam banyak kesempatan selalu mengucapkan salam” Asslamualaikum” saat berjumpa atau akan berpisah.

Beginilah keharmonisan beragama yang terlihat di Tanjung. Saling menghormati antar pemeluk agama. Dalam artian setiap penganut agama bebas melaksanakan ritual agamanya masing-masing. Walau tidak dipungkiri terkadang terjadi gesekan antar kepercayaan. Biasanya hal ini ditengarai oleh kesalahpahaman antar anak muda. Sebenarnya bukan permasalahan agama. Tetapi lebih kepada masalah pribadi anak muda yang bertikai kemudian membawa nama agama sebagai tameng. Islam atau hindu contohnya. Sehingga orang-orang yang beragama hindu atau islam merasa terpanggil karena agamanya seakan dilecehkan. Padahal tidak seperti itu kenyataannya.

Salah satu contoh, pernah terjadi pertikaian antara kampung karang Bedil dan karang Bali. Karang Bedil adalah kampung yang dihuni seluruhnya oleh penganut islam. Sedangkan karang Bali dihuni oleh penganut hindu. Permasalahanya sih tidak rumit. Tidak seharusnya digiring kepada masalah agama. Hanya masalah nine. Begitu orang lombok biasa memanggil gadis muda. Ya…intinya hanya rebutan cewek. Si cewek beragama hindu sedangkan si cowok beragama islam. Mereka saling mencintai. Sedangkan ada pemuda hindu yang juga menaruh hati pada cewek tadi. Berbagai usaha telah dilakukan guna merebut hati sang cewek agar tidak lagi berhubungan dengan pemuda islam itu. Tetapi tidak membuahkan hasil. Si cewek benar-benar cinta padanya. Begitu juga sang pemuda. Karena merasa ia lebih berhak atas cewek tadi disebabkan memiliki kepercayaan yang sama, pemuda hindu tadi nekat mengambil langkah fisik.

Seperti halnya cerita-cerita peperangan. Diplomasi tidak membuahkan hasil, benderang perangpun ditabuh. Singkat cerita, suatu malam selepas magrib pemuda hindu itu bersama beberapa rekannya menyegat pemuda islam tadi yang baru kembali dari masjid. Diawali dengan cek cok kemudian adu fisik. Merasa kewalah menghadapi empat orang, pemuda islam tadi lari meminta bantuan rekan-rekannya. Selang beberapa saat ia kembali dengan segerombolan pemuda. Begitu juga pemuda hindu tadi memanggil beberapa rekan-rekannya yang lain. Beruntung beberapa orang-orang yang sedang berjualan di jalanan mencium gelagat mereka kemudian menghubungi pihak keamanan desa. Sehingga bentrolpun tidak terjadi.

Ini adalah contoh kecil beberapa gesekan yang tidak seharusnya dimasukkan dalam kategori agama. Tetapi lebih pada masalah pribadi.

“oya pak Ahmad saya pamit dulu. Anak-anak tadi sudah menunggu mau ke pura besakih mau sembahyangan. Lain waktu kita lanjutkan obrolan”. Ungkap pak Kajeng sembari manyalami tangan pak Ahmad.

“oya…silahkan”. Jawab pak Ahmad

“Assalamualaikum” ungkap pak Kajeng

“hehehe….pak Kajeng-pak Kajeng” gumam Pak Ahmad geleng-geleng kepada sambil tersenyum simetris.

Read more ....
posted by Hidayatullah Ahmad Jazri @ 17.22  
DAKWAH ALA SANTRI

Previous Post
Archives
SHOUT BOX